Pendapat Para Tokoh Psikologis Anak Usia Dini


A.      ABRAHAM MASLOW

Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Kebutuhan fisiologis atau dasar
2.       Kebutuhan akan rasa aman
3.       Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4.       Kebutuhan untuk dihargai
5.       Kebutuhan untuk aktualisasi diri




Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis.mudian berhenti dengan sendirinya.
Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting.

B.      MC CLELLAND
McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Dorongan ini mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Hal ini kemudian menyebabkan ia melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Dorong pertama ini dapat disebut sebagai nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian.
Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah kebutuhan atas kekuasaan dan otonomi. Individu dengan nPow tinggi, lebih suka bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan dalam situasi kompetitif, dan berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan pengaruh yang didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang baik dalam lingkungan kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan kombinasi tiga karakteristik tersebut, dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang berperilaku.
·      Motivasi pencapaian (n-Acc)
Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian tidak selalu membuat seseorang menjadi manager yang baik, terutama pada organisasi-organisasi besar. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki n-Acc yang tinggi cenderung tertarik dengan bagaimana mereka bekerja secara pribadi, dan tidak akan mempengaruhi pekerja lain untuk bekerja dengan baik. Dengan kata lain, n-Acc yang tinggi lebih cocok bekerja sebagai wirausaha, atau mengatur unit bebas dalam sebuah organisasi yang besar.
Individu-individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi sangat termotivasi dengan bersaing dan menantang pekerjaan. Mereka mencari peluang promosi dalam pekerjaan. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk umpan balik pada prestasi mereka. Orang-orang seperti mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. Prestasi yang tinggi secara langsung berkaitan dengan kinerja tinggi.
·      Motivasi kekuasaan (n-Pow)
Individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan memiliki keinginan kuat untuk menjadi berpengaruh dan mengendalikan. Mereka ingin  pandangan dan ide-ide mereka harus mendominasi dan dengan demikian, mereka ingin memimpin. Individu tersebut termotivasi oleh kebutuhan untuk reputasi dan harga diri. Individu dengan kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar akan lebih baik dibanding mereka yang memiliki daya yang lebih kecil. Umumnya, manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya berubah menjadi manajer yang lebih efisien dan sukses. Mereka lebih tekun dan setia kepada organisasi tempat mereka bekerja. Perlu untuk kekuasaan tidak harus selalu diambil negatif. Hal ini dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk memiliki efek positif pada organisasi dan untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan itu (3)
·      Motivasi hubungan / affiliasi (n-Aff)
Individu-individu yang termotivasi oleh afiliasi memiliki dorongan untuk lingkungan yang ramah dan mendukung. Individu tersebut yang berkinerja efektif dalam tim. Orang-orang ingin disukai oleh orang lain. Kemampuan manajer untuk membuat keputusan terhambat jika mereka memiliki kebutuhan afiliasi tinggi karena mereka lebih memilih untuk diterima dan disukai oleh orang lain, dan hal ini melemahkan objektivitas mereka. Individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi lebih memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan interaksi pribadi yang lebih besar. Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada di buku-buku yang baik dari semua. Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang baik.
Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow)  dan kebutuhan afiliasi (n-Aff) memiliki keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Seorang manajer yang berhasil memiliki n-Pow tinggi dan n-Aff rendah. Meski demikian, pegawai yang memiliki n-aff yang kuat yaitu kebutuhan akan afiliasi dapat merusak objektivitas seorang manajer, karena kebutuhan mereka untuk disukai, dan kondisi  ini mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan seorang manajer. Di sisi lain, n-pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan akan menghasilkan etos kerja dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan nPow tinggi lebih tertarik dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada kebutuhan bawahan. Dan terkakhir, orang n-ach  yang tinggi yaitu motivasi pada pencapaian lebih berfokus pada prestasi atau hasil.

C.      LEV VYGOTSKY
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
·      Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.
·      Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.

IMPLEMENTASI PADA PAUD
Kegiatan pembelajaran berdasarkan teori Vigotsky antara lain:
- Menyusun balok, membangun imajinasi tentang bentuk bangun dan ruang.
- Menyampaikan cerita, untuk mengembangkan aspek bahasa dan kreativitas.
- Permainan dramatik, menampilkan tingkat mental tinggi ZPD.
- Penulisan Jurnal, untuk melakukan komunikasi dengan orang lain secara tertulis.

D.      MURRAY
Peranan Murray dalam psikologi adalah dalam bidang diagnosa kepribadian dan teori kepribadian.
Ia mengembangkan berbagai teknik evaluasi kepribadian, terutama teknik proyeksi. Salah satu test yang digunakannya adalah “Thematic Apperception Test“. Test ini terdiri dari beberapa buah gambar. Tiap-tiap gambar mencerminkan suatu situasi dengan suasana tertentu. Murray banyak dipengaruhi oleh Freud. Konsep-konsep Id, Ego dan Superego digunakan juga oleh Murray tanpa perubahan.
Menurut Murray tujuan perilaku individu bukanlah mendapatkan kepuasan dengan berada pada kondisi tension-free tetapi memperoleh kepuasan dalam proses meredakan ketegangan tersebut. Kepribadian ditentukan oleh kebutuhan dan pengaruh lingkungan. Ada keseimbangan antara kehendak bebas dan kapasitas individu untuk berubah dan bertumbuh. Setiap individu memiliki kesamaan dan juga keunikan masing-masing. Setiap individu dibentuk oleh atribut-atribut masa lalu dan lingkungan yang keduanya memiliki porsi yang seimbang dalam teori Murray. Kepribadian hanya bisa dipahami dengan tidak melupakan dampak dari dorongan-dorongan fisiologis, stimulus lingkungan baik secara fisik, social dan budaya. Murray berpandangan optimis terhadap manusia, bahwa dengan kreativitas, imaginasi dan pertimbangan manusia mampu menyelesaikan tantangan kehidupannya. Murray juga berpendapat bahwa orientasi manusia adalah untuk masa depan, dan manusia bukanlah tawanan dari masa lalunya. Complex-complex yang disebutkannya memang dapat mempengaruhi kepribadian, namun pengalaman hidup masa kini dan harapan-harapan akan masa depan juga tidak dapat diabaikan peranannya.

E.       GARDNER MURPY
Gardner Murpy menggambarkan kebutuhan itu atas empat kategori, yang terdiri dari:
1.       Kebutuhan dasar yang berkaitan bagian-bagian penting tubuh misalnya kebutuhan untuk makan, minum, udara, dan sejenisnya.
2.       Kebutuhan akan kegiatan, meliputi kebutuhan untuk tetap bergerak.
3.       Kebutuhan sensorik yang meliputi kebutuhan untuk warna, suara, ritme, kebutuhan yang berorientasi terhadap lingkungan dan sejenisnya.

4.       Kebutuhan untuk menolak sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti rasa sakit, ancaman, ketakutan, dan sejenisnya.

A.  Dinamika Kepribadian
Murphy menganggap bahwa kepribadian itu bersifat dinamis, dan dinamika ini dimungkinkan oleh adanya dan berfungsinya energi dalam kepribadian itu. Suatu motif adalah taraf tegangan pada sesuatu jaringan, yang tidak mempunyai awal dan akhir tertentu, tetapi meningkat dan menurun seiring dengan perubahan-perubahan energi. Tegangan menunjukkan konsentrasi energi organis pada jaringan tertentu. Apabila konsentrasi menurun maka taraf tegangan menurun, dan apabila konsentrasi meningkat tegangan meningkat.
Pada umumnya penurunan/pengurangan tegangan berarti kepuasan dan peningkatan/penambahan tegangan berarti ketidakpuasan atau ketidaksenangan. Namun ada juga kejadian di mana peningkatan tegangan justru membawa kepuasan, misalnya rangsangan seksual, atau pengalaman waktu mengikuti perlombaan balap mobil adalah contoh-contoh mengenai hal ini. Murphy mengakui bahwa hal ini masih merupakan problem yang belum terselesaikan.
Dalam hal dinamika kepribadian ini Murphy berpendirian holistis. Dia menentang pendapat bahwa aktivitas-aktivitas yang kompleks adalah hasil daripada pemberian arah baru bentuk-bentuk energi primitif. Menurut Murphy aktivitas-aktivitas yang kompleks dihasilkan oleh suatu struktur motif-motif  yang kompleks, bukan sekedar energi-energi sederhana yang mendapat bentuk penyaluran yang baru. Pendapat ini serasi dengan keyakinan pokoknya bahwa tiap perkembangan berlangsung maju dari taraf sederhana tak terdiferensiasi dan bersifat global menuju ke taraf diferensiasi dan berakhir pada integrasi.
Di dalam perkembangan individu, maka dinamika ini menjadi bertambah stabil dan tegar, sehingga individu itu akan mampu melawan tekanan-tekanan lingkungan atau mengharuskan tekanan-tekanan tersebut berpengaruh terhadapnya dalam cara yang sedikit banyak telah diatur lebih dahulu. Dengan kata lain makin bertambah umur individu, maka ia akan mampu melakukan seleksi terhadap pengaruh lingkungannya, maka yang akan diterimanya  dan mana yang harus ditolaknya. Namun, stabilitas dinamika kepribadian tersebut bukanlah hal yang tak dapat terganggu.

B.   Perkembangan Kepribadian
Murphy merumuskan hipotesis-hipotesis yang cukup tepat namun cukup merangkum mengenai “bagaimana kepribadian itu berkembang”.

1.    Fase-fase Perkembangan
Menurut Murphy ada tiga fase perkembangan, yaitu keseluruhan tanpa diferensiasi, fase diferensiasi, dan fase integratif.
( a ) Pada fase pertama, yaitu fase keseluruhan tanpa diferensiasi, individu berbuat terlebih-lebih sebagai keseluruhan terhadap keseluruhan situasi. Hal demikian ini dapat disaksikan pada bayi.
( b ) Pada fase kedua, fase diferensiasi, fungsi-fungsi khusus mengalami diferensiasi dan muncul dari keseluruhan.
( c ) Pada fase ketiga, yaitu fase integrasi, fungsi-fungsi yang sudah mengalami diferensiasi itu diintegrasikan dalam suatu unitas yang berkoordinasi dan terorganisasi.

2.    Hal-hal yang Memungkinkan Perkembangan Organisme dan Lingkungan
Masalah pengaruh dasar dan ajar, atau bakat dan lingkungan, atau dikatakan nature dan  nurture di dalam perkembangan telah sejak lama menjadi bahan pembahasan dan pembantahan para ahli. Seperti diketahui, mengenai hal ini pada garis besarnya terdapat tiga aliran yaitu nativisme yang berlawanan dengan empirisme dengan bentuk sistesisnya konvergensi. Di dalam kenyataanya kebanyakan ahli dewasa ini menerima prinsip konvergensi dengan tekanan pada faktor bakat atau pada faktor lingkungan. Mengenai hal ini Murphy mempunyai pandangan yang tidak melawankan bakat dan lingkungan. Dia menentang pendapat yang melawan bakat dan lingkungan.

3.    Belajar sebagai Bentuk Perkembangan
Menurut Murphy proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara organisme yang dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu. Ada dua macam proses, yaitu :
a.         Kanalisasi
Kanalisasi adalah proses yang memberi jalan tersalurnya motif atau konsentrasi energi dalam tingkah laku. Seperti ahli-ahli lain, Murphy berpendapat bahwa di dalam individu terdapat pada daerah tertentu yang berfungsi sebagai semacam reservoir energi.
Kekuatan sesuatu kalanisasi itu dapat diperhitungkan, dan ini tergantung kepada empat faktor yaitu :
( 1 ) kekuatan kebutuhan, yaitu konsentrasi dalam jaringan,
( 2 ) intensitas kepuasan, yaitu besarnya perubahan tegangan,
( 3 ) taraf atau fase perkembangan tertentu,
( 4 ) frekuensi kepuasaan.
Murphy menganggap masa kanak-kanak sebagai masa yang sangat menentukan dalam perkembangan seseorang. Kanalisasi-kanalisasi yang terjadi pada masa kanak-kanak tetap berpengaruh untuk masa-masa selanjutnya.
b.        Persyaratan
Kanalisasi dan persyaratan kedua-duanya adalah hal yang menjelaskan segala pola tingkah laku yang dipelajari. Apabila seseorang telah belajar mengerjakan sesuatu yang langsung memberi kepuasaan, maka itu adalah kanalisasi. Jika seseorang telah mengerjakan sesuatu yang dipandang dari segi kepuasan langsung bersifat netral atau negatif, akan tetapi yang ternyata merupakan jalan untuk didapatkannya kepuasaan, maka itu adalah persyaratan. Dari uraian ini nyata bahwa dalam masalah belajar sebagai bentuk perkembangan Murphy berpendirian hedonistis. Pandangan yang demikian itu terdapat pada pendapat Thorndike, Freud, dan pengikut-pengikut aliran individualisme.
 
4.    Sosialisasi Sebagai Bentuk Perkembangan
Murphy menganggap bahwa perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dia mengakui pula pentingnyafaktor sosial-kultural di dalam perkembangan kepribadian. Dia menganggap faktor sosio-kultural ini memperngaruhi kepribadian dalam empat macam, yaitu :
a.         Masyarakat mempunyai suatu rangkaian tanda-tanda (kode) yang menjadi tujuan pensyaratan anak-anak yang hidup di dalamnya.  Misalnya pada masyarakat Indonesia menerima dan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tangan kiri dipandang tidak sopan. Maka melalui berbagai pembiasaan masyarakat memasukkan hal ini kepada anak-anak. Hal ini merupakan proses pensyaratan.
b.        Masyarakat dengan melalui berbagai lembaga (terutama keluarga) membawa anak-anak untuk meng-aktualisasikan energi mereka. Menunjukkan mana bentuk kanalisasi yang diperbolehkan dan mana yang tidak.
c.         Masyarakat dengan hadiah dan hukuman dapat mengubah dorongan-dorongan impulsif menjadi dorongan yang lebih dapat diterima oleh masyarakat. Tetapi dorongan-dorongan yang ditekan tidak hilang, pada suatu kali mungkin muncul lagi.
d.        Masyarakat dapat mempengaruhi proses-proses perseptual dan kognitif anggota-anggotanya sedemikian rupa, sehingga mereka akan belajar dan berpikir sesuai dengan norma-norma masyarakat itu. Dengan demikian mereka cenderung untuk mendapatkan kesamaan dalam sikap dan perasaan (sampai batas tertentu).


F.       ADWARD LEE THRONDIKE
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni:
(1) hukum efek;
(2) hukum latihan dan
(3) hukum kesiapan.
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Psikologi aliran behaviristik mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Edward lee thorndike dll. Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan yang berharga mengenai hal belajar. Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai teori belajar “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Ia mengatakan, bahwa belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan adanya beberapa motif yang mendorong keaktivan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. ada berbagai respon terhadap situasi
3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4.ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
Teori belajar koneksionisme ini ada juga keberatan-keberatannya antara lain:
a. belajar menurut teori ini bersifat mekanistis. Bila diberikan S dengan sendirinya atau secara mekanis/otomatis timbul R. latihan-latihan ujian banyak berdasarkan pendirian ini.
b. Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa yang harus diketahui oleh anak-anak.
c. Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
d. Teori ini membutuhkan pembentukan meteriil, yaknimenumpuk pengetahuan, dank arena itu sering menjadi intelektualis. Knowledge is power. Pengetahuan dianggap berkuasa.
3. Hokum-hukum belajar Adward lee thorndike
Adward lee thorndike dengan = S-R. bond theory = tersebeut menyusun hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1. Hukum – hukum primair, ditemukan sekitar tahun 1930-an yang terdiri dari:
a. “law of readiness:, artinya bahwa kesiapan untuk bertindak itu timbul, karena penyesuaian diri dengan alam sekitarnya, yang akan member kepuasan. Apabila tidak memenuhi kesiapan bertindak, maka tidak akan member kepuasan.
b. “law of exercise”, artinya pengaruh-pengaruh dari latihan. Maksudx, bahwa suatu hubungan menjadi kuat apabila sering berlatih dan hubungan menjadi lemah atau hilang, apabila kurang atau tidak ada latihan.
c. ‘law of effect” artinya: bahwa kelakuhan yang dilakukan dengan pengalaman yang memuaskan, cenderung ingin diulangi lagi, sedangkan yang tidak mendatangkan kepuasan cenderung dilupakan.
2. Hukum-hukum secundair, terdiri dari:
a. “law of multiple response”, artinya: bermacam-macam usaha coba-coba dalam menghadapi situasi yang kompleks (problematis), maka salah satu dari percobaan itu akan berhasil juga. Maka, hukum ini disebut pula “trial and error”.
b. “law of assimilation”, artinya orang dapat menyesuaikan diri pada situasi baru, asal situasi tersebut ada unsure-unsur yang bersamaan.
c. “law of partial activity”, artinya seorang dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.


G.     JOHN B WATSON
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Teori dan Konsep Behaviorisme
Teori belajar S-R (stimulus – respon) yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum.  Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat.
Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpapenguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.

Komentar