Perkembangan dalam menerapkan pendidikan seks anak usia dini


Perkembangan Peran Seks (AUD)
Pendidikan seks usia dini dapat memberikan pemahaman anak akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk menghindarkan dari kekerasan seksual. Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah anak mulai mengenal akan identitas diri dan keluarga, mengenal anggota-anggota tubuh mereka, serta dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh. Cara yang dapat digunakan mengenalkan tubuh dan ciri-ciri tubuh antara lain melalui media gambar atau poster, lagu dan permainan. Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks ini, yaitu media informasi. Sehingga anak dapat memperoleh informasi yang tidak tepat dari media massa terutama tayangan televisi yang kurang mendidik. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada anak, diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang.
Tidak ada cara instan untuk mengajarkan seks pada anak kecuali melakukannya setahap demi setahap sejak dini. Kita dapat mengajarkan anak mulai dari hal yang sederhana, dan menjadikannya sebagai satu kebiasaan sehari-hari. Tanamkan pengertian pada anak layaknya kita menanamkan pengertian tentang agama. Kita tahu tidak mungkin mengajarkan agama hanya dalam tempo satu hari saja dan lantas berharap anak akan mampu menjalankan ibadahannya, maka demikian juga untuk seks. Pengenalan seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi tubuh. Kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembangbiak makhluk hidup, yakni pada manusia dan binatang. Nah, kalau sudah tahu, orangtua dapat memberi tahu apa saja dampak-dampak yang akan diterima bila anak begini atau begitu,”Salah satu cara menyampaikan pendidikan seksual pada anak dapat dimulai dengan mengajari mereka membersihkan alat kelaminnya sendiri. Dengan cara “Mengajari anak untuk membersihkan alat genitalnya dengan benar setelah buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB), agar anak dapat mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Pendidikan ini pun secara tidak langsung dapat mengajarkan anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya. Cara menyampaikan pendidikan seksual itu pun tidak boleh terlalu vulgar, karena justru akan berdampak negatif pada anak. Di sini orangtua sebaiknya melihat faktor usia. Artinya ketika akan mengajarkan anak mengenai pendidikan seks, lihat sasaran yang dituju. Karena ketika anak sudah diajarkan mengenai seks, anak akan kristis dan ingin tahu tentang segala hal.
Berikut adalah cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menyampaikan informasi mengenai pendidikan seks pada anak.
·         Bersikap jujur dan terbuka; Kita harus menyampaikan informasi yang benar dan apa adanya. Tidak boleh menjawab pertanyaan anak dengan asal-asalan, tidak akurat apalagi sampai melenceng dari subjek pertanyaan. Jangan takut memberikan informasi yang jujur karena ini akan mengajari anak untuk mau juga bersikap jujur dan terbuka kepada orang tuanya.
Dengan jujur, kita tidak menyesatkan anak dengan informasi yang tidak benar, karena bisa melahirkan rasa tidak percaya anak pada orang tuanya. Faktanya banyak orang tua yang tidak besikap jujur ketika memberikan informasi seks pada anak, seperti menyebutkan organ seksual dengan istilah-istilah yang lain.
·         Santai;Belajarlah bersikap santai, wajar, dan biasa-biasa saja.Jangan membesar-besarkan masalah, karena menganggap seks merupakan topik yang berat. Usahakan untuk rileks dengan menjaga intonasi suara ketika menjawab pertanyaan anak.
·         Tidak boleh bersikap heboh dan berlebih-lebihan. Kualitas kata atau kalimat sangat bergantung kepada cara pengucapannya. Kata yang sama namun di ucapkapkan dengan intonasi yang berbeda akan memberikan dampak yang juga berbeda pada si penerima pesan. Dalam hal seks, kita harus belajar untuk menghilangkan rasa risih dan takut ketika menjelaskannya pada anak.
·         Jangan biarkan anak terkontaminasi pesan non verbal yang keliru hanya karena orang tua tidak mampu mengikis keresahannya setiap kali membiacarakan seks. Sangat disarankan agar selaku orang tua kita lebih dulu melepaskan diri dari semua persepsi seks dewasa yang erotis dan mesum ketika menginformasikannya pada anak agar anak tidak menangkap pesan yang keliru.
·         Hindari kemarahan yang negatif; Kemarahan negatif berarti marah dan menolak pertanyaan anak melalui hardikan dan umpatan kata-kata kasar. Ini sangat berpengaruh buruk pada anak. Hindari juga kebiasaan mengatakan pada anak bahwa seks itu dosa, kotor, dan tak pantas untuk dibicarakan. Semua sikap negatif semacam ini akan menanamkan persepsi negatif tentang seks pada anak yang pada akhirnya akan memicu timbulnya pemahaman keliru tentang seks. Tentu anda tidak ingin anak Anda tumbuh dengan persepsi yang negatif tentang seks. Mari ajarkan mereka mengenai pendidikan seks yang dimulai sejak usia dini.
Ada beberapa tips dalam memberikan pemahaman anak tentang seks antara lain:
·      Menanamkan rasa malu, misalnya dengan membiasakan anak untuk ganti baju di tempat tertutup;
·      Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan, misalnya dengan berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya;
·      Memisahkan tempat tidur mereka, terutama dengan saudara yang berjenis kelamin berbeda;
·      Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu), untuk menanamkan dan menghormati privasi masing-masing saat berada di dalam kamar;
·      Mendidik anak untuk menjaga pandangan matanya dari hal-hal yang mengandung unsur pornografi;
·      Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin sekaligus juga mengajari anak tentang najis, membiasakan anak buang air kecil pada tempatnya (toilet), dengan begitu anak akan terbiasa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Selain itu, secara tidak langsung mengajari anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya.
Pendidikan seks untuk anak-anak walaupun diberikan sejak dini juga harus memperhatikan faktor usia dan tingkat pemahaman anak. Beri penjelasan dengan bahasa yang dimengerti oleh anak. Pendidikan dapat diawali dengan mengenalkan identitas anak, mengenalkan perbedaan ciri-ciri tubuh anak perempuan dan laki-laki. Selanjutnya jelaskan pada anak tentang bagian tubuh yang tersembunyi, yang dianggap tabu untuk disebutkan namanya. Menjelaskan pada anak apa adanya bukan berarti jorok. Memang tidak gampang memberikan penjelasan tersebut. Yang penting sesuai. Yang tidak kalah penting adalah menciptakan hubungan yang baik dengan anak, dengan begitu anak akan mudah menerima masukan dari orangtua, dan yang tidak ketinggalan adalah membina hubungan kerjasama dengan pihak sekolah, dengan tujuan pergaulan anak di sekolah dapat terpantau, dan tidak ada salahnya pendidikan seks untuk anak juga diadakan di sekolah.
Dengan demikian anak sudah mempunyai bekal untuk kehidupannya kelak ketika menginjak masa remaja dengan menjaga dirinya sebaik mungkin. Selain itu anak menjadi tahu batasan dan sebab akibat dari bahaya pergaulan bebas. Beberapa tahapan umur dan cara memberikan pendidikan seks sesuai dengan tingkat usia anak anda.
A. Balita (1-5 tahun)
Pada usia ini, Anda bisa mulai menanamkan pendidikan seks. Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan kepada si kecil organ-organ seks miliknya secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu atensi anak biasanya pendek. Misalnya saat memandikan si kecil, Anda bisa memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis dan vagina atau vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis. Selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka si kecil harus berteriak keras-keras dan melapor kepada orang tuanya. Dengan demikian, anak-anak Anda bisa dilindungi terhadap maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak.
B. Usia 3 - 10 tahun
Pada usia ini, anak biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan yang umum seperti bagaimana asal-usul bayi. Jawaban-jawaban yang sederhana dan terus terang biasanya efektif. Contoh #1: "Bayi berasal dari mana?" Anda bisa menjawab dari perut ibu. Atau Anda bisa tunjukkan seorang ibu yang sedang hamil dan menunjukkan lokasi bayi di perut ibu tersebut. Contoh #2: "Bagaimana bayi keluar dari perut Ibu?" Anda bisa menjawab bayi keluar dari lubang vagina atau vulva supaya bisa keluar dari perut ibu. Contoh #3: "Mengapa bayi bisa ada di perut?" Anda bisa menjawab
bahwa bayi di perut ibu karena ada benih yang diberikan oleh ayah kepada ibu. Caranya adalah ayah memasukkan benih tersebut menggunakan penis dan melalui vagina dari ibu. Itu yang dinamakan hubungan seks, dan itu hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menikah.
C. Usia Menjelang Remaja
Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya Anda menerangkan mengenai haid, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang remaja. Anda bisa terangkan bahwa si gadis kecil akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya.
D. Usia Remaja
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Anda perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Berikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Diharapkan, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak Anda perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks.
Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendidikan seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari orang lain, dan akan lebih menakutkan jika informasi seks didapatkan dari teman sebaya atau Internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak Anda sejak dini dengan membekali mereka pendidikan mengenai seks dengan cara yang tepat.
Menurut Zulia Ilmawati, psikolog, pemerhati masalah anak dan remaja di antara pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterapkan dan diajarkan kepada anak adalah sebagai berikut:
1. Menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana Muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentang auratnya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut telah diciptakan sedemikian rupa oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang berbeda yang kelak akan diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki
3. kepribadian maskulin, dan perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
3. Memisahkan tempat tidur mereka. Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan orangtuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri. Anak juga dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya (attachment behavior) dengan orangtuanya. Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu). Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13). Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin. Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
6. Mengenalkan mahram-nya. Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati. Dengan memahami kedudukan perempuan yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak. Dengan demikian dapat diketahui dengan tegas bahwa Islam mengharamkan incest, yaitu pernikahan yang dilakukan antar saudara kandung atau mahram-nya. Siapa saja mahram tersebut, Allah Swt telah menjelaskannya dalam surat an-Nisa’ (4) ayat 22-23.
7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata. Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan melihat gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât. Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dinggap biasa. Mereka bebas mengumbar pandangan, saling berdekatan dan bersentuhan; seolah tidak ada lagi batas yang ditentukan syariah guna mengatur interaksi di antara mereka. Ikhtilât dilarang karena interaksi semacam ini bisa menjadi mengantarkan pada perbuatan zina yang diharamkan Islam. Karena itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.
9. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat. Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Sebagaimana ikhtilât, khalwat pun merupakan perantara bagi terjadinya perbuatan zina. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. jika bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak ber-khalwat.
10. Mendidik etika berhias. Berhias, jika tidak diatur secara islami, akan menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa. Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.
11. Ihtilâm dan haid. Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia balig. Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.
Kesimpulan
Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks ini, yaitu media informasi. Sehingga anak dapat memperoleh informasi yang tidak tepat dari media massa terutama tayangan televisi yang kurang mendidik. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada anak, diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang. Dengan sendirinya anak diharapkan akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta dampak penyakit yang bisa ditimbulkan dari penyimpangan tersebut.
Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak (child abuse) yang dilakukan oleh orang-orang terdekat anak termasuk keluarga menunjukkan pentingnya pemahaman akan pendidikan seks usia dini. Masalah pendidikan seks kurang diperhatikan orang tua pada masa kini sehingga mereka menyerahkan semua pendidikan termasuk pendidikan seks pada sekolah.. Padahal yang bertanggungjawab mengajarkan pendidikan seks di usia dini adalah orang tua, sedangkan sekolah hanya sebagai pelengkap dalam memberikan informasi kepada si anak. Peranan orang tua, terutama ibu sangat strategis dalam mengenalkan pendidikan seks sejak dini kepada anak-anak mereka.

Komentar

Posting Komentar