Hubungan Dalam Keluarga untuk Anak Usia Dini


Hubungan Dalam Keluarga
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan  mendidik anak dirumah; fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah:
·         sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
·         menjamin kehidupan emosional anak
·         menanamkan dasar pendidikan moral anak
·         memberikan dasar pendidikan sosial
·         meletakan dasar-dasar pendidikan agama
·         bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
·         memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi   kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
·         menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
·          memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai   tujuan akhir manusia.

Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
1.       orang tua bekerjasama dengan sekolah
    sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan   kepercayaan orang tua terhadap sekolah  yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
2.       orang tua harus memperhatikan  sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan   menghargai segala usahanya. orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar   di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi   dan membimbimbing anak dalam belajar.
3.        orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
4.       orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani   proses belajar di lembaga pendidikan.

Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, sehingga orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai denga  tujuan pendidikan itu sendiri untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
Macam-macam pola asuh dan akibat-akibatnya, sebagai berikut:
1.       POLA ASUH OTORITATIVE (OTORITER)
Cenderung tidak memikirkan apa yang terjadi  di kemudian hari ,fokus lebih pada masa kini. Untuk kemudahan orang tua dalam  pengasuhan. Menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orang tua.
Efek pola asuh otoriter terhadap perilaku belajar anak :
·      anak menjadi tidak percaya diri, kurang spontan  ragu-ragu dan pasif, serta memiliki masalah konsentrasi dalam   belajar.
·      Ia menjalankan tugas-tugasnya lebih disebabkan oleh takut hukuman.
·      Di sekolah memiliki kecenderungan berperilaku antisosial, agresif, impulsive dan perilaku mal adatif lainnya.
·      Anak perempuan cenderung menjadi dependen

2.       POLA ASUH PERMISIVE (PEMANJAAN)
Segala sesuatu terpusat pada kepentingan anak, dan orang tua/pengasuh tidak berani menegur, takut anak menangis   dan khawatir anak kecewa.
Efek pola asuh permisif terhadap perilaku belajar anak  :
·         Anak memang menjadi tampak responsif dalam belajar, namun tampak kurang matang (manja), impulsive dan   mementingkan diri sendiri, kurang percaya diri (cengeng) dan mudah menyerah dalam menghadapi hambatan atau   kesulitan dalam tugas-tugasnya
·         Tidak jarang perilakunya disekolah menjadi agresif.
3. POLA ASUH INDULGENT (PENELANTARAN)
Menelantarkan secara psikis.  Kurang memperhatikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri. Orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri karena kesibukan.
Efek pola asuh indulgent terhadap perilaku belajar anak :
·         Anak dengan pola asuh ini paling potensial telibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan narkoba,  merokok   diusia dini dan tindak kriminal lainnya.
·         Impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi pada suatu aktivitas atau kegiatan.
·         Anak memiliki daya tahan terhadap frustrasi rendah.
3.       POLA ASUH AUTORITATIF (DEMOKRATIS)
Menerima anak sepenuh hati, memiliki wawasan kehidupan masa depan yang dipengaruhi oleh tinakan-tidakan masa   kini. Memprioritaskan kepentingan anak, tapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Membimbing anak kearah kemandirian, menghargai anak yang memiliki emosi dan pikirannya sendiri
    Efek pola asuh autoritatif terhadap perilaku belajar anak:
·         Anak lebih mandiri, tegas terhadap diri sendiri dan memiliki kemampuan introspeksi serta pengendalian diri.
·         Mudah bekerjasama dengan orang lain dan kooperatif terhadap aturan.
·         Lebih percaya diri akan kemampannya menyelesaikan tugas-tugas.
·         Mantap, merasa aman dan menyukai serta semangat dalam tugas-tugas belajar.
·         Memiliki keterampilan sosial yang baik dan trampil menyelesaikan permasalahan.
·         Tampak lebih kreatif dan memiliki motivasi berprestasi.
Menyepakati pola asuh yang paling efektif dalam keluarga adalah penting, karena pola asuh pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadiannya dimasa datang. Perilaku dewasa dan ciri kepribadian  dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang terjadi  selama tahun-tahun awal kehidupan, artinya antara masa anak dan dewasa memiliki hubungan berkesinambungan.
Dengan mengetahui bagaimana pengalaman membentuk seorang individu, akan menjadikan kita lebih bijaksana dalam membesarkan anak-anak kita. Banyak masalah yang dihadapi disekolah  (agresi, ketidakramahan, negativistik, dan beragam gangguan kesulitan belajar) mungkin dapat dihindari bila kita lebih memahami perilaku anak dan sikap orang tua mempengaruhi anak-anaknya, serta bagaimana menanganinya pada usia dini.
Sebagai orang tua perlu mengetahui tugas-tugas perkembangan anak pada tiap usianya, untuk mempermudah penerapan pola pendidikan dan mengetahiu kebutuhan optimalisasi perkembangan anak . Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu yang jika berhasil akan   menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas berikutnya, tetapi kalau gagal   akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitasn dalam menjalankan tugas-tugas berikutnya (Hurlock, 1991). Perkembangan manusia dikelompokan menjadi, Masa prenatal, Masa bayi, Masa kanak-kanak, Masa puber, Masa remaja,   Masa dewasa.
Tugas perkembangan yang menitik beratkan pada pendidikan yaitu diusia kanak-kanak, puber dan remaja. Setiap tahap perkembangan memilki tugas belajarnya sendiri, mulai dari tugas belajar untuk perkembangan motorik,   intelektual, sosial, emosi dan kreativitas. Setiap tahap perkembangan anak ada tugas-tugas yang harus dilewati dan ada kebutuhan yang harus dipenuhi,   sehingga orang tua dapat lebih realistis dalam menerapkan suatu pengajaran dan lebih memahaminya .
Tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan menurut Havighust (Hurlock, 1994):
1.       Masa bayi dan awal masa kanak-kanak:
·         belajar memakan makanan padat
·         belajar berjalan
·         belajar berbicara
·         belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
·         mempelajari perbedaan jenis kelamin dan tata caranya
·         mempersiapkan diri untuk belajar membaca
·         belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani.

2.       Akhir masa kanak-kanak :
·         Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum
·         Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh
·         Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya
·         Mulai mengembangkan peron sosial pria dan wanita yang tepat
·         Mengembangkan keterampilan- keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung
·         Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk hidup sehari-hari
·         Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan nilai
·         Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga
·         Mencapai kebebasan pribadi
3.       Masa Remaja :
·         Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
·         Mencapai peran sosial pria dan wanita
·         Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
·         Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab
·         Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
·         Mempersiapkan karir ekonomi
·         Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
·         Memperoleh peringkat nilai dan etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembnagkan ideology

4.       Awal masa dewasa :
·         Mulai bekerja
·         Memilih pasangan
·         Belajar hidup dengan tunangan
·         Mulai membina keluarga
·         Mengasuh anak
·         Mengelola rumah tangga
·         Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
·         Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.
5.       Masa usia pertengahan :
·         Mencapai tanggung jawab social dan dewasa sebagai warga Negara.
·         Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa dan bertanggung jawab dan bahagia
·         Mengembangkan kegiatan-kegiatan mengisi waktu sengang untuk orang dewasa
·         Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
·         Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini
·         Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
·         Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
6.       Masa Tua :
·         Menyesuaikan diri dengan menurunnya kesehatan dan kekuatan fisik
·         Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya icome (penghasilan) keluarga
·         Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusianya
·         Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
·         Menyesuaikan diri dengan peran sosial yang luwes.
7.       (Materi tambahan) Sedangkan tugas perkembangan anak-anak pada usia  sekolah (Wiwit W, Jash, & Metta R, 2003) :
·         Belajar keterampilan fisik untuk bermain
·         Sikap yang sehat untuk diri sendiri
·         Belajar bergaul
·         Memainkan peran jenis kelamin yang sesuai
·         Keterampilan dasar
·         Konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
·         Mengembangkan hati nurani, nilai moral dan nilai social
·         Mencapai kebebasan social dan kemandirian pribadi
·         Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok dan lembaga social.
Beberapa aspek perkembangan yang mempengaruhi pendidikan anak yaitu, perkembangan kognitif serta perkembangan social (perkembangan nilai-nilai moral).
Keberhasilan pendidikan moral bagi anak usia dini sangat bergantung pada tiga lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di antara ketiga lingkungan pendidkan tersebut menurut pendapat Dobbert dan Winkler (1985), lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang efektif dan terpenting. Peran keluarga dalam pendidikan nilai adalah mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan, dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. (www. anneahira.com).
Keluarga menurut Ahmadi seperti dikutip Fitria Susanti dan Novita (2009) adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar. Dengan melihat perilaku orang dewasa di dalam lingkungan keluarga dimana anak tinggal, anak akan memperhatikan perilaku tersebut, kemudian menirunya dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian keluarga merupakan tempat yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai moral kepada anak. Peran orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti agama, budi pekerti, sopan sdantun, estetika, kasih saying, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai. Peran orang tua di dalam keluarga bagi perkembangan moral anak sangatlah besar. Anak perlu mendapat pendampingan dalam perkembangan nilai moral. Peran utama orang tua dalam pendampingan ini sangatlah besar. Peristiwa sehari-hari bisa dijadikan sebagai alat bagi orang tua untuk menginternalisasikan nilai moral kepada anak.
Dalam upaya menjalankan perannya dalam pendidikan moral untuk anak usia dini lingkungan keluarga harus mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran nilai moral bagi anak. Artinya bahwa keluarga tidak hanya memberikan konsep-konsep moral secara abstrak, tetapi juga berupaya agar anak dapat belajar tentang penerapan dari konsep-kpnsep moral tersebut dari perilaku anggota keluarga sehari-hari. Orang tua pada saat menginternalisasikan nilai moral kepada anak di dalam keluarga harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, nilai yang ditanamkan harus jelas. Artinya bahwa dalam menyampaikan nilai moral kepada anak harus menggunakan bahasa sederhana yang dapat diterima oleh anak. Mengingat anak usia dini perkembangan bahasanya masih cukup sederhana. Anak cenderung belum mampu menguasai bahasa yang kompleks. Apalagi terkait dengan konsep nilai moral yang sangat abstrak. Jika konsep yang diterima anak kurang jelas, maka nilai moral yang diinternalisasikan oleh orang tua tidak akan diterima oleh anak dengan optimal.
Kedua, konsisten atau ajeg. Konsisten antara kedua orang tua dan anggota keluarga yang ada di rumah sangat penting dalam menunjang keberhasilan penanaman nilai moral kepada anak. Jika suatu tindakan dinyatakan salah oleh ibu misalnya, maka bapak pun harus berkata demikian. Sehingga tidak ada persepsi anak bahwa ia akan memperoleh “perlindungan” dari salah satu orang tuanya jika ia salah. Kecuali harus konsisten, dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga diperlukan adanya keajegan. Artinya bahwa dalam suatu waktu perilaku anak sianggap salah, kemudian diberi peringatan, maka dalam waktu yang lain jika anak kembali berperilaku negative juga harus diberikan peringatan. Peringatan yang diberikan harus sesegera mungkin sejak anak berperilaku negative. Mengapa? Karena jika sudah berselang lama, anak akan sulit menghubungkan antara perilaku negatifnya dengan peringatan dari orang tua. Hal ini terkait dengan kemampuan berpikir nak yang masih terbatas.
Ketiga, teladan. Keteladanan dari orang tua sangat berperan demi keberhasilan penanaman nilai moral untuk anak usia dini di lingkungan keluarga.Penting diingat bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang sangat mudah untuk meniru perilaku orang lain yang dilihatnya. Dengan demikian perilaku orang tua di rumah harus senantiasa menunjukkan perilaku yang positif dari sisi nilai moral. Jika anak sering dibohongi di rumah, maka ia juga cenderung akan sering berbohong kepada orang lain.
Keempat, konsekuensi. Anak-anak dibiasakan untuk memilih konsekuensi terhadap apa yang dilakukan. Jika anak bersalah, maka ia harus mempertanggungjawabkan kesalahannya tersebut. Dengan cara apa? Berikan sanksi seketika setelah anak melakukan kesalahan. Dengan demikian anak akan lebih mudah mengingat di masa yang akan datang, jika ia bersalah maka akan diberi sanksi. Jika terpaksa harus memberikan sanksi, maka hindarilah sanksi yang bersifat fisik. Artinya bahwa ketika anak berperilaku negative, maka sanksi yang diberikan orang tua bukanlah dengan mencubit, memukul, atau menyakiti badan lainnya. Sanksi yang diberikan kepada anak dapat berupa penghentian sementara aktivitas yang disenangi anak sebagai konsekuensi dari perilaku anak yang negative.
Berdasarkan uraian-uraian di atas tersebut jelaslah bahwa peran keluarga dalam menanamkan nilai kepada anak sangat besar. Peran keluarga dalam memberikan stimulasi untuk perkembangan moral anak harus tepat dan optimal.
Penutup
Peran keluarga dalam penanaman nilai moral anak usia dini sangatlah besar. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan anak. Figur yang ditunjukkan oleh anggota keluarga dalam bentuk perilaku sehari-hari akan diamati oleh anak, dan kemudian diikuti dan ditiru oleh anak. Dengan demikian orang tua dalam keluarga sebisa mungkin harus mencontohkan perilaku yang positif kepada anak.
Dalam rangka penanaman nilai moral pada anak usia dini di dalam keluarga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu Pertama, nilai yang ditanamkan harus jelas. Kedua. Harus ada konsistensi atau keajegan. Ketiga,adanya keteladanan dari orang tua. Keempat, adanya sikap konsekuensi terhadap aturan yang diberlakukan.

Komentar

Posting Komentar