MAKALAH
METODE
PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI

DISUSUN OLEH :
Nama: Sri Mulyanah
NIM: 048620710150155
UNIVERSITAS PANCASAKTI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI S1
TAHUN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
diutus kemuka bumi ini sebagai
Rahmatanlil Alamin.
Makalah ini disusun untuk mengetahui Metode
Pengembangan Anak Usia Dini. Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka
wawasan berpikir dibidang terkait dengannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
semurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita
semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Tangerang
Selatan, Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Anak adalah titipan tuhan yang
harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak
menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang
sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan
dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang luput dari
Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan
potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan seorang
anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan
pendidikan disertai dengan Pemahaman
mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat
membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan,
dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age)
bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah
tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di
lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor,
kognitif maupun sosialnya.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam
bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan
terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
1.2.
Tujuan pembuatan makalah
Adapun tujuan penulisan Makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Ilmu Pendidikan
2. Melatih mahasiswa untuk dapat
mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
3. Melatih mahasiswa dalam
pengalaman langsung atau tidak langsung dalam
4. Memberikan informasi kepada masyarakat
tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan
juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati
generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak
usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi
sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung
jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini
didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),
sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua
tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1.
Tujuan utama: untuk membentuk anak
Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak
mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan
anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6
tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang
Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1
tahun)
Toddler
(2-3 tahun)
Preschool/
Kindergarten children (3-6 tahun)
Early
Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik
Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang
bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga
dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas
perkembangan dengan baik.
3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak
pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara
realistis.
5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal
sesuai dengan keadaan dan
6. kemampuannya fisik
dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
1. PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan
sumber daya manusia dan sangat fundamental.
2. PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi
sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi
kepribadian anak.
3. Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan
dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan
berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada
akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
4. Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari
perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini
menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
5. Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak
dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun
memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang.
Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai
membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan AnakUsia Dini merupakan Komitmen Dunia
seperti yang tertera dalam kutipan sebagai berikut:
1. Komitmen Jomtien Thailand (1990) ’Pendidikan
untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
2. Deklarasi Dakkar (2000) ’Memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
3. Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York
(2002) ‘Penyediaan Pendidikan yang berkualitas’
2.2 Landasan Yuridis Tentang PAUD
1.
Pembukaan UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa.’
2.
Amandemen UUD 1945 pasal 28 C ’Setiap anak berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.’
3.
UU No.
23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1) ’Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan
bakat.’
4.
UU No 20/2003 pasal 28
§
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar.
§
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, non formal, dan/atau informal.
§
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
§
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk
kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang
sederajat.
§
Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
2.3 Perkembangan Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun
memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang
diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental
dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep
belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut
Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase
tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga
pendekatan perkembangan individu, yaitu Pendekatan Pentahapan, diferensial dan
isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup
perkembangan psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif,
perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan
emosional.
tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik
Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:
1.
Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu
tahap psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap
ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya
menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta
kekhawatiran akan masa depan.
2.
Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt),
yaitu tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa
bayi dan masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari
pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka
sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari
kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu
membatasi anak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa
malu dan ragu-ragu.
3.
Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap
perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada
tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat,
dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan
permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha
memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain,
maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan
inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang
sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain
dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa
bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
4.
Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu
perkembangan yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap
ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan
dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan
dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila
tidak bisa menguasai keterampilan yang diberikan disekolah.
5.
Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity
confusion), yaitu perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja.
Pada tahap ini, anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan
suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu
unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran
yang bersifat menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami
krisis dari masa anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas
yang mengakibatkan perasaan anak yang hampa dan bimbang.
6.
Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan
yang dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim
dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan
seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai.
Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni
kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali
dalam lingkup yang amat terbatas.
7.
Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu
perkembangan yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap
generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk,
ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman
untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah
maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
8.
Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu
perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada
tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang
telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri
dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram,
serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang
dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna
ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan
perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan
senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini
tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga,
melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat
membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus
diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus
menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi
ketika memasuki usia pubertas.
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak
terdapat empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa
tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya.
Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan
sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang
timbulrasa marah pada sianak.
perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika
bayi merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa
anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka
pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang
menyeramkan lainnya.
perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak
merasa senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang
tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat
melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat
anak merasa gembira.
rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak
lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika
melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan
positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative
sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang
positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral
development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa
yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak
ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat
potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya),
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan
dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan
pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali
dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal
Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT.
Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan
dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih
sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara
yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan
mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi
berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat
menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga
perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan.
Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa
yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan
dalam situasi dan kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan
berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir.
Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak
mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam
kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat
adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan
dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas
pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak
memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan
yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak
baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat
sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak
dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang
sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga
Lebanon, Kahlil Gibran (1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang
lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu,
memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh
memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita
bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka
bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa
sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik
untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi dalam
memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin
menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam
mendidik anaknya pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas.
Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi
terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda
dengan orang dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak
akan bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif.
Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi
yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam
perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola
perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan masa
perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya.
Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka akan terciptanya
keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada
seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama
dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan
anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang
penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
2.5 Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam
keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang
dengan sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur anak akan terus belajar
dengan lingkungannya yang baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak
berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada
usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan
alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki potensi yang telah ada dalam
dirinya.
Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang
cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan
belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta
arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan
anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika
potensi kecerdasannya tidak dibimbing dan diarahkan dengan
rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius aakan
tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung lingkungan yang kondusif maka ia
akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau superior. Hal
ini berarti lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain
bakat yang telah dimiliki oleh anak itu sendiri.
2.6 Karakteristik Belajar Anak
Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak
seharusnya dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan
lewat berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan
nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan
konsep berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau
cara lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang
menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan
anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah
bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal
sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan
pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan
konsep pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan berhitung,
contohnya, haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak. Yang
tidak kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan
bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang kerap
diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang diberikan dalam
keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang
diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar
yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
2.7 Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang
pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “bentuk satuan
pendidikan pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan
Penitipan Anak serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia pra-sekolah (3-6
tahun) merupakan hal yang penting, karena pada usia ini merupakan masa
membentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, kecerdasan,
keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi. Pada dasarnya
dunia anak adalah dunia fundamental dari perkembangan manusia menuju manusia
dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan generasi penerus yang
perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan tanggung
jawab keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan
keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990 tentang
pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk usaha
kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat
penitipan anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan permainan yang
memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan unsure
yang penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman sebayanya,
anak dirangsang dalam kemampuan mental seperti kecerdasan, kreativitas,
kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini dan masa yang akan
datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan sosial
anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan berman mereka lebih
banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan sosialnya. Hal ini
dapat terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat mengembangkan rasa
sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain eprgi kesuatu
tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya perkembangan
teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan elektronik bagi anak
yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak sulit mendapat teman
sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton atau bermain sendiri
tanpa memerlukan oranglain.
BAB 3
KESIMPULAN
Seorang
anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan
fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang
dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya
pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi
anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang
optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan
potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia
dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak, dimana
perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini
hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah
peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian
rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau
dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang
usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
DAFTAR PUSTAKA
M. Taqiyuddin. (2005). Pendidikan Untuk semua (Dasar dan Falsafah
Pendidikan Luar Sekolah). Cirebon: STAIN Cirebon Press.
Purwanto. Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoretis dan praktis.
Bandung: Rosda
Gunawan, Ari. (1995). Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta:
PT. Rhineka Cipta
http://www.google/search=pengembangan-anak-usia-dini
Komentar
Posting Komentar